Minggu, 28 April 2013

Obat-Obat Antelmintik


Antelmintika atau obat cacing (Yunani anti = lawan, helmintes = cacing) adalah obat yang dapat memusnahkan cacing dalam tubuh manusia dan hewan. Dalam istilah ini termasuk semua zat yang bekerja lokal menghalau cacing dari saluran cerna maupun obat-obat sistemik yang membasmi cacing serta larvanya, yang menghinggapi organ dan jaringan tubuh (Tjay, 2007)
Kebanyakan antelmintik efektif terhadap satu macam cacing, sehingga diperlukan diagnosis tepat sebelum menggunakan obat tertentu. Kebanyakan antelmintik diberikan secara oral, pada saat makan atau sesudah makan. Beberapa senyawa antelmintik  yang lama, sudah tergeser oleh obat baru seperti Mebendazole, Piperazin, Levamisol, Albendazole, Tiabendazole, dan sebagainya. Karena obat tersebut kurang dimanfaatkan. (Gunawan, 2009)
Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan menjangkiti lebih dari 2 miliar manusia diseluruh dunia. Walaupun tersedia obat-obat baru yang lebih spesifik dangan kerja lebih efektif, pembasmian penyakit ini masih tetap merupakan salah satu masalah antara lain disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi di beberapa bagian dunia. Jumlah manusia yang dihinggapinya juga semakin bertambah akibat migrasi, lalu-lintas dan kepariwisataan udara dapat menyebabkan perluasan kemungkinan infeksi. (Tjay, 2007)
Terdapat tiga golongan cacing yang menyerang manusia yaitu matoda, trematoda, dan cestoda. Sebagaimana penggunaan antibiotika, antelmintik ditujukan pada target metabolic yang terdapat dalam parasite tetapi tidak mempengaruhi atau berfungsi lain untuk pejamu. (Mycek,2001)


A.    Obat-Obat Untuk Pengobatan Nematoda
1.    Mebendazol
Mebendazol merupakan obat cacing yang paling luas spektrumnya. Obat ini tidak larut dalam air, tidak bersifat higroskopis sehingga stabil dalam keadaan terbuka (Ganirwarna, 1995). Mebendazol adalah obat cacing yang efektif terhadap cacing Toxocara canis, Toxocara cati, Toxascaris leonina. Trichuris vulpis, Uncinaria stenocephala, Ancylostoma caninum, Taenia pisiformis, Taenia hydatigena, Echinococcus granulosus dan aeniaformis hydatigena (Tennant, 2002). Senyawa ini merupakan turunan benzimidazol, obat ini berefek pada hambatan pemasukan glukosa ke dalam cacing secara ireversibel sehingga terjadi pengosongan glikogen dalam cacing. Mebendazol juga dapat menyebabkan kerusakan struktur subseluler dan menghambat sekresi asetilkolinesterase cacing (Ganirwarna, 1995). Nama kimia mebendazole yaitu methyl [(5-benzoyl-3H-benzoimidazol-2-yl)amino]formate. Rumus kimia : C16H13N3O3
-       farmakokinetika
Mebendazol tidak larut dalam iar dan rasanya enak. Pada pemberian oral absorbsinya buruk. Obat ini memiliki bioavailabilitas sistemik yang rendah yang disebabkan oleh absorbsinya yang rendah dan mengalami first pass hepatic metabolisme yang cepat. Diekskresikan lewat urin dalam bentuk yang utuh dan metabolit sebagai hasil dekarboksilasi dalam waktu 48 jam. Absorbsi mebendazol akan lebih cepat jika diberikan bersama lemak (Ganirwarna, 1995).

-       Efek Nonterapi dan Kontraindikasi
Mebendazol tidak menyebabkan efek toksik sistemik mungkin karena absorbsinya yang buruk sehingga aman diberikan pada penderita dengan anemia maupun malnutrisi. Efek samping yang kadang-kadang timbul berupa diare dan sakit perut ringan yang bersifat sementara. Dari studi toksikologi obat ini memiliki batas keamanan yang lebar. Tetapi pemberian dosis tunggal sebesar 10 mg/kg BB pada tikus hamil memperlihatkan efek embriotoksik dan teratogenik (Ganirwarna, 1995).
2.    Pirantel Pamoat
Description: Pirantel pamoatPirantel pamoat adalah obat cacing yang banyak digunakan saat ini. Mungkin karena cara penggunaannya yang praktis, yaitu dosis tunggal, sehingga disukai banyak orang. Selain itu khasiatnya pun cukup baik.Pirantel pamoat dapat membasmi berbagai jenis cacing di usus. Beberapa diantaranya adalah cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale), cacing gelang (Ascaris lumbrocoides), dan cacing kremi (Enterobius vermicularis) (MIMS,1998).
Cara kerja pirantel pamoat adalah dengan melumpuhkan cacing. Cacing yang lumpuh akan mudah terbawa keluar bersama tinja. Setelah keluar dari tubuh, cacing akan segera mati.Pirantel pamoat dapat diminum dengan keadaan perut kosong, atau diminum bersama makanan, susu atau jus. (Drugs.Com, 2007).
 Pemakaiannya berupa dosis tunggal, yaitu hanya satu kali diminum.Dosis biasanya dihitung per berat badan (BB), yaitu 10 mg / kgBB. Walaupun demikian, dosis tidak boleh melebihi 1 gr. Sediaan biasanya berupa sirup (250 mg/ml) atau tablet (125 mg /tablet). Bagi orang yang mempunyai berat badan 50 kg misalnya, membutuhkan 500 mg pirantel. Jadi jangan heran jika orang tersebut diresepkan 4 tablet pirantel (125 mg) sekali minum.Nama dagang pirantel pamoat yang beredar di Indonesia bermacam-macam, ada Combantrin, Pantrin, Omegpantrin, dan lain-lain  (MIMS,1998) .
3.    Tiabendazol
Tiabendazol adalah suatu benzimidazol sintetik yang berbeda, efektif terhadap strongilodiasis yang disebabkan Strongyloides stercoralis (cacing benang), larva migrans pada kuliat (atau erupsi menjalar) dan tahap awal trikinosis (disebabkan Trichinella spinalis). Obat juga menganggu agregasi mikrotubular. Meskipun hamper tidak larut dalam air, obat mudah diabsorbsi pada pemberian per oral. Obar dihidroksilasi dalam hati dan dikeluarkan dalam urine. Efek samping yang dijum[pai ialah pusing, tidak mau makan, mual dan muntah. Terrdapat beberapa laporan tentang gejala SSP. Diantara kasus eritema multiforme dan sindrom Stevens Johnson yang dilaporkan akibat tiabendazol, terdapat beberapa kematian. (Mycek, 2001)

4.    Invermektin
Invermektin adalah obat pilihan untuk pengobatan onkoserkiasis (buta sungai) disebabkan Onchocerca volvulus dan terbukti pula efektif untuk scabies. Ivermektin bekerja pada reseptor GABA (asam ɣ-amionobutirat) parasite. Aliran klorida dipacu keluar dan terjadi hiperpolarisasi, menyebabkan paralisis cacing. Obat diberikan oral. Tidak menembus sawar darah otak dan tidak memberikan efek farmakologik.  Namun, tidak boleh diberikan pada pasien meningitis karena sawar tak darah lebih permiabel dan terjadi pengaruh SSP. Ivermektin juga tidak boleh untuk orang hamil. Tidak boleh untuk pasien yangmenggunakan benzodiasepin atau barbiturate – obat bekerja pada reseptor GABA. Pembunuhan mikrofilia dapat menyebabkan reaksi seperti ’’Mozatti’’ (demam, sakit kepala, pusing, somnolen, hipotensi dan sebagainya) (Mycek, 2001)
B.   Obat Untuk Pengobatan Trematoda
Trematoda merupakan cacing pipih berdaun, digolongkan sesuai jaringan yang diinfeksi. Misalnya sebagai cacing isap hati, paru, usus atau darah.
1.    Prazikuantel
Infeksi trematoda umumnya diobati dengan prazikuantel. Obat ini merupakan obat pilihan untuk pengobatan semua bentuk skistosomiasis dan infeksi cestoda seperti sistisercosis. Permeabilitas membrane sel terhadap kalsium meningkat menyebabkan parasite mengalami kontraktur dan paralisis. Prazikuantel mudah diabsorbsi pada pemberian oral dan tersebar sampai ke cairan serebrospinal. Kadar yang tinggi dapat dijumpai dalam empedu. Obat dimetabolisme secara oksidatif dengan sempurna, meyebabkan waktu paruh menjadi pendek. Metabolit tidak aktif dan dikeluarkan melalui urin dan empedu (Mycek, 2001)
            Efek samping yang biasa termasuk mengantuk, pusing, lesu, tidak mau makan dan gangguan pencernaan. Obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil atau menyusui. Interaksi obat yangterjadi akibat peningkatan metabolisme telah dilaporkan jika diberikan bersamaan deksametason, fenitoin, dan karbamazepin, simetidin yang dikenal menghambat isozim sitokrom P-450, menyebabkan peningkatan kadar prazikuantel. Prazikuantel tidak boleh diberikan untuk mengobati sistiserkosis mata karena penghancuran organisme  dalam mata dapat merusak mata (Mycek, 2001).
C.   Obat Untuk Pengobatan Cestoda
Cestoda atau cacing pita, bertubuh pipih, bersegmen dan melekat pada usus pejamu. Sama dengan trematoda, cacing pita tidak mempunyai mulut dan usus selama siklusnya.
1.    Niklosamid
Niklosamid adalah obat pilihan untuk infeksi cestoda (cacing pita) pada umumnya. Kerjanya menghambat fosforilasi anaerob mitokondria parasite terhadap ADP yang menghasilkan energy untuk pembentukan ATP. Obat membunuh skoleks dan segmen cestoda tetapi tidak telur-telurnya. Laksan diberikan sebelum pemberian niklosamid oral. Ini berguna untuk membersihkan usus dari segmen-segmen  cacing yang mati agar tidak terjadi digesti dan pelepasan telur yang dapat menjadi sistiserkosisi. Alcohol harus dilarang selama satu hari ketika niklosamid diberikan (Mycek, 2001)


DAFTAR PUSTAKA
Ganiswara, S.G., Setiabudi, R., Suyatna, F.D., Purwantyastuti, Nafrialdi (Editor).1995.
Farmakologi dan Terapi. Edisi 4.. Bagian Farmakologi FK UI: Jakarta

Hoan Tan Tjay,drs & Kirana Rahardja. 2003. Obat-obat penting, Khasiat,
                   penggunaan dan efek sampingnya : Elexmedia Computindo

Katzung.1989.Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 3.EGC: Jakarta
Mycek.2001.Farmakologi Ulasan Bergambar.Widya Medika : Jakarta
 MIMS Annual (1998) : Combantrin. Edisi 8. Singapore.

 Drugs.Com (2007). Pyrantel Pamoate. Dikutip 25 Nop 2007.

       






                                              

Selasa, 23 April 2013

PENANGANAN HEWAN COBA



Hewan percobaan yang digunakan di laboratorium tak ternilai jasanya dalam penilaian efek, toksisitas dan efek samping serta keamanan dan senyawa bioaktif. Hewan percobaan merupakan kunci di dalam pengembangan senyawa bioaktif dan usaha–usaha kesehatan (Malole, 1989)
Penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa kasih sayang dan berprikemanusiaan. Di dalam menilai efek farmakologis suatu senyawa bioaktif dengan hewan percobaan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain:
1. Faktor internal pada hewan percobaan sendiri : umur, jenis kelamin, bobot badan,
keadaan kesehatan, nutrisi, dan sifat genetik.
2. Faktor–faktor lain yaitu faktor lingkungan, keadaan kandang, suasana kandang, populasi dalam kandang, keadaan ruang tempat pemeliharaan, pengalaman hewan percobaan sebelumnya, suplai oksigen dalam ruang pemeliharaan, dan cara pemeliharaan.
3. Keadaan faktor–faktor ini dapat merubah atau mempengaruhi respon hewan percobaan terhadap senyawa bioaktif yang diujikan. Penanganan yang tidak wajar terhadap hewan percobaan dapat mempengaruhi hasil percobaan, memberikan penyimpangan hasil. Di samping itu cara pemberian senyawa bioaktif terhadap hewan percobaan tentu mempengaruhi respon hewan terhadap senyawa bioaktif yang bersangkutan terutama segi kemunculan efeknya. Cara pemberian yang digunakan tentu tergantung pula kepada bahan atau bentuk sediaan yang akan digunakan serta hewan percobaan yang akan digunakan. Sebelum senyawa bioaktif dapat mencapai tempat kerjanya, senyawa bioaktif harus melalui proses absorpsi terlebih dahulu kemudian  Sifat Fisiologi Yang Berpengaruh
1. Distribusi.
2. Absorpsi suatu senyawa bioaktif disamping ditentukan oleh sifat senyawa bioaktifnya sendiri juga ditentukan oleh sifat / keadaan daerah kontak mula oleh senyawa bioaktif dengan tubuh. Sifat–sifat fisiologis seperti jumlah suplai darah dan keadaan biokimia daerah kontak mula senyawa bioaktif dengan tubuh menentukan proses absorpsi senyawa bioaktif yang bersangkutan. Jumlah senyawa bioaktif yang akan mencapai sasaran kerjanya dalam jangka waktu tertentu akan berbeda(Malole, 1989).
Peranan Cara Pemberian
Cara atau rute pemberian senyawa bioaktif menentukan daerah kontak mula senyawa bioaktif dengan tubuh dan ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek
senyawa bioaktif (Malole, 1989).
Penanganan Umum Beberapa Hewan Coba
Berbeda dengan bahan kimia yang merupakan bahan mati, percobaan dengan hewan percobaan yang hidup memerlukan perhatian dan penanganan / perlakuan yang khusus(Malole,1989).
Mencit (Mus musculus)
Mencit adalah hewan percobaan yang sering dan banyak digunakan di dalam laboratorium farmakologi dalam berbagai bentuk percobaan. Hewan ini mudah ditangani dan bersifat penakut, fotofobik, cenderung berkumpul sesamanya dan bersembunyi. Aktivitasnya di malam hari lebih aktif. Kehadiran manusia akan mengurangi aktivitasnya
Cara Memegang mencit




 Mencit dapat dipegang dengan memegang ujung ekornya dengan tangan kanan, biarkan menjangkau / mencengkeram alas yang kasar (kawat kandang). Kemudian tangan kiri dengan ibu jari dan jari telunjuk menjepit kulit tengkuknya seerat / setegang mungkin. Ekor dipindahkan dari tangan kanan, dijepit antara jari kelingking dan jari manis tangan kiri. Dengan demikian, mencit telah terpegang oleh tangan kiri dan siap untuk diberi perlakuan (Malole, 1989)..
A.     Pengambilan Darah
Darah yang diambil tidak boleh terlalu besar volumenya supaya tidak terjadi syok hipovolemik, tetapi juga tidak boleh sedikit-sedikit tapi sering karena bisa menimbulkan anemia.
Untuk mengatasi hal tersebut dapat diberikan cairan pengganti atau cairan exsanguinis. Misalnya : cairan fisiologis NaCl 0,9% / glukosa 5%. Jumlah darah maksimal yang boleh diambil :
a.      10% total volume darah /2-4 minggu, atau
b.   1% total volume darah / 24 jam.
1.       Mencit
Ada 4 lokasi tempat pengambilan darah :
a.      Sinus orbitalis mata
b.      Vena lateral pada ekor
c.      Vena saphena kaki
d.   Intrakardial
2.      Tikus
Tempat pengambilan sama seperti mencit
3.      Kelinci
Ada 4 lokasi tempat pengambilan darah :
a.      Vena marginalis telinga
b.      Vena jugularis
c.      Vena saphena kaki
d.      Intrakardial ( http://praktikum-farmakologi.blogspot.com)

Cara Pemberian
1.    Cara pemberian oral:



jarum/kanula oral (berujung tumpul). Kanula ini dimasukkan ke dalam mulut, kemudian perlahan-lahan diluncurkan melalui langit-langit ke arah belakang sampai esophagus kemudian masuk ke dalam lambung. Perlu diperhatikan bahwa cara peluncuran/pemasukan kanus yang mulus disertai pengeluaran cairan sediaannya yang mudah adalah cara pemberian yang benar. Cara pemberian yang keliru, masuk ke dalam saluran pernafasan atau paru-paru dapat menyebabkan gangguan pernafasan dan kematian  (Thomson, E.B, 1985)
2. Cara pemberian intra peritoneal:




Mencit dipegang pada kulit punggungnya sehingga kulit abdomennya tegang
. Pada saat penyuntikkan, posisi kepala lebih rendah dari abdomen yaitu dengan menunggingkan mencit atau tikus  Jarum disuntikkan sehingga membentuk sudut 46 derajat dengan abdomen, posisi jarum agak menepi dari garis tengah  (linea alba) untuk menghindari agar tidak mengenai organ di dalam peritoneum( http://praktikum-farmakologi.blogspot.com )
2.    Cara pemberian subkutan:
Penyuntikkan dilakukan di bawah kulit pada daerah kulit tengkuk dicubit di antara





Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgFIKI-J1n7ZYkgM9RiQKvcKvGus4QqF9wOnvaV2AcsJGv-blvq9xb3OtaJNInsHx2xghqOEI4PhwtHOektplHp-Sb3Temu7MUD5vAsIlWeP2u9ObxfDH0JQMEAVz5G43-PrpM7q5LAdONq/s1600/method_4_injection.jpg

http://www.theodora.com/rodent_laboratory/injections.html
jempol dan telunjuk kemudian jarum ditusukkan di bawah kulit di antara kedua jari tersebut  (Thomson, E.B, 1985)
3.    Cara pemberian intramuskular:
Penyuntikan dilakukan ke dalam otot pada daerah otot paha (Thomson, E.B, 1985) .




4. Cara pemberian intravena:
Penyuntikan dilakukan pada vena ekor. Hewan dimasukkan ke dalam kandang individual yang sempit dengan ekor dapat menjulang ke luar. Dilatasi vena untuk memudahkan penyuntikan, dapat dilakukan dengan pemanasan di bawah lampu atau dengan air hangat cara lain Masukkan hewan ke dalam “holder” sehingga ekor terjulur ke luar. Obat disuntikkan pada vena ekor (vena lateral) dengan terlebih dahulu vena ekor di dilatasi menggunakan alkohol atau xylol ( http://praktikum-farmakologi.blogspot.com).


2.      Memberi kode hewan uji
Seringkali diperlukan untuk mengidentifikasi hewan yang terdapat dalam satu kelompok atau kandang, sdehingga hewan uji perlul diberi tanda atau kode.
Digunakan larutan 10% asam pikrat dalam air dan sebuah sikat atau kuas yang diberikan pada punggung hewan uji.
-          Bagian kanan menunjukkan angka satuan
-          Bagian tengah menunjukkan angka puluhan
-          Bagian kiri menunjukan angka ratusan
Dapat pula dengan member kode hewan uji dengan garis melintang atau sejajar sesuai dengan nomor urut hewan uji (http://cora-ajhy.blogspot.com) .
3.      Mengukur panjang hewan uji
-          Hewan uji diletakkan pada rang
-          Dipegang ekor hewan uji dan ditarik keatas (sehingga kaki depan mencit memegang rang)
-          Diukur panjang badan hewan uj menggunakan mistar
4.      Mengukur tinggi badan hewan uji
-          Hewan uji diletakkan pada baskom (posisi tengkurap)
-          Diukur tinggi badan hewan uji menggunakan mistar
5.      Menimbang berat badan hewan uji
-          Disiapkan timbangan analitik (posisi ON)
-          Dimasukkan hewan uji kedalam pinggan timbangan (berbentuk baskom)
-          Kemudian diletakkan hewan uji kedalam pinggan
-          Dicatat hasil pengamatan pada layar timbangan
6.      Menentukan jenis kelamin pada hewan uji
-          Pada hewan uji dipegang ekornya dan diangkat keatas (posisi menggantung)
-          Dilihat dan diperhatikan tonjolan pada badan bagian bawah mencit
-          Jika terdapat banyak tonjolan maka mencit tersebut nerjenis kelamin betina, tetapi apabila hanya terdapat dua tonjolan maka mencit tersebut berjenis kelamin jantan
7.      Tingkah lahu hewan uji (aktifitas)
-          Untuk menentukan tingkah laku hewan uji dapat dilihat atau diperhatikan dari keagresifan keaktifan hewan uji itu sendiri (http://cora-ajhy.blogspot.com)  .

Tikus Putih (Rattus norvegiens)
Tikus berukuran lebih besar daripada mencit dan lebih cerdas. Umumnya tikus putih ini tenang dan demikian mudah digarap. Tidak begitu bersifat fotofobik dan tidak begitu cenderung berkumpul sesamanya seperti mencit. Aktivitasnya tidak begitu terganggu oleh kehadiran manusia di sekitarnya. Bila diperlakukan kasar atau mengalami defisiensi makanan, tikus akan menjadi galak dan sering dapat menyerang si pemegang (Thomson, E.B, 1985) .
Penanganan :



Seperti halnya pada mencit, tikus dapat ditangani dengan memegang ekornya dengan menarik ekornya, biarkan kaki tikus mencengkeram alas yang kasar (kawat kandang), kemudian secara hati–hati luncurkan tangan kiri dari belakang
ke arah kepalanya seperti pada mencit tetapi dengan kelima jari, kulit tengkuk dicengkeram, cara lain yaitu selipkan ibu jari dan telunjuk menjepit kaki kanan depan tikus sedangkan kaki kiri depan tikus di antara jari tengah dan jari manis. Dengan demikian tikus akan terpegang dengan kepalanya di antara jari telunjuk dan jari tengah. Pemegangan tikus ini dilakukan dengan tangan kiri sehingga tangan kanan kita dapat melakukan perlakuan  (Thomson, E.B, 1985) .
Pemberian Obat
Cara-cara pemberian oral, ip, sk, im, dan iv dapat dilakukan, seperti pada mencit. Penyuntikan secara iv dapat pula dilakukan pada vena penis tikus jantan dengan bantuan pembiusan hewan percobaan. Penyuntikan sk dapat dilakukan pula pada daerah kulit abdomen  (Thomson, E.B, 1985) .
Kelinci (Oryctolagus caniculus)
Kelinci jarang sekali bersuara kecuali bila dalam keadaan nyeri yang luar biasa. Kelinci cenderung berontak bila merasa terganggu. Kelinci hendaklah diperlakukan dengan halus namun sigap karena ia cenderung berontak. Hewan ini dapat ditangkap dengan memegang kulit pada tengkuknya dengan tangan kiri kemudian pantatnya diangkat dengan tangan kanan dan didekapkan ke badan (Thomson, E.B, 1985) .

Penanganan
Untuk perlakuan tertentu dapat digunakan kotak / kandang individual kelinci yang dapat menjaga kelinci agar tak dapat banyak bergerak (restriction box).
Cara Pemberian Obat
1. Cara pemberian oral:
Dalam cara pemberian oral pada kelinci digunakan alat penahan  terbukanya mulut dan pipa lambung. Alat suntik dihubungkan dengan pipa lambung (dapat digunakan slang yang lunak dengan ukuran sesuai), pipa lambung dimasukkan ke dalam kemudian diluncurkan ke dalam esophagus secara perlahan-lahan
2. Cara pemberian subkutan:
Cara pemberian ini dilakukan di bawah kulit di daerah tengkuk atau daerah sisi pinggang. Cara pemberian dilakukan dengan mengangkat kulit dan kemudian
jarum ditusukkan ke bawah kulit.
3. Cara pemberian intravena:
Dilakukan pada vena marginalis telinga dan penyuntikan dilakukan pada daerah dekat ujung telinga. Untuk memperluas (mendilatasi vena), telinga diulas terlebih dahulu dengan air hangat atau alkohol. Pencukuran bulu bila perlu dapat dilakukan terutama pada hewan yang berwarna bulunya  (Thomson, E.B, 1985) .
4.    Cara Pemberian Intraokular
Pemeriksaan tekanan bola mata dilakukan dengan alat yang dinamakan tonometer, pemeriksaan tekanan yang dilakukan dengan tonometer pada bola mata dinamakan tonometri (Ilyas, 2004). Pengukuran tekanan intraokuler merupakan hal yang penting pada pemeriksaan mata, karena peningkatan tekanan intraokuler dapat merusak ganglion sel & berakibat rusaknya pupil dan lapangan pandang sehingga menimbulkan kebutaan (Tanjung, 2003). Tekanan Intraokuler normal pada kelinci berkisar 5–23 mmHg (Harcourt-Brown,2007), Peningkatan tekanan intraokuler akan mendorong perbatasan antara saraf optikus dan retina di bagian belakang mata yang merupakan daerah yang paling lemah.
Marmot (Cavia porcellus)
Marmot sebenarnya jinak dan mudah diperlakukan. Marmot dipegang dengan mengangkat badannya dengan kedua tangan.
1.    Cara pemberian oral:
Pemberian oral kepada marmot dapat dilakukan dengan pipa lambung dengan bantuan hewan dianestetik lemah terlebih dahulu.
2. Cara pemberian intra pertoneal:
Penyuntikan dilakukan pada daerah perut agak ke kanan dari daerah garis tengah dan di atas tulang kematian.
3.    Cara pemberian subkutan:
Penyuntikan dapat dilakukan pada daerah tengkuk: kulit dicubit kemudian jarum disuntikkan ke bawah kulit.
4. Cara pemberian intra pertoneal
dipegang menggantung pada kaki belakangnya sehingga perut maju ke depan. Penyuntikan dapat dilakukan pada daerah garis tengah di muka kandung kemih.
4.    Cara pemberian intramuskular:
Penyuntikan dilakukan ke dalam otot paha kaki belakang.
6. Cara pemberian intravena:
Pada marmot cara ini jarang digunakan. Penyuntikan dapat digunakan pada vena marginalis dengan jarum yang halus dan pendek (cara ini dapat dilakukan untuk marmot yang cukup besar) atau pada vena pada bagian paha dengan bantuan anestetik terlebih dahulu atau pada vena penis dengan bantuan anestetik.
7. Pada tiap cara pemberian ini kecuali oral, pembersihan dengan antiseptik pada daerah penyuntikan perlu dilakukan pada sebelum penyuntikan dan setelah penyuntikan perlu dilakukan. Jumlah volume penyuntikan dari tiap cara pemberian dan pada berbagai hewan percobaan berbeda-beda. Dalam tabel pertama terlampir dicantumkan volume maksimum pemberian yang dapat (Thomson, E.B, 1985) .

Bobot Badan hewan Coba yang Digunakan
Di dalam penggunaan, hewan percobaan yang digunakan dapat berdasarkan kriteria bobot badannya di samping usianya. Farmakope Indonesia edisi III-1979 mengemukakan kriteria bobot beberapa hewan percobaan yang digunakan dalam uji hayati.
Mencit : 17-25 gram
Kelinci : 15-20 kg
Tikus : 150-200 gram
Kucing : tidak kurang lima kg
Marmot : 300-500 gram
Merpati : 100-200 gram ( http://cora-ajhy.blogspot.com)
CARA MENGORBANKAN HEWAN PERCOBAAN
1. Pengorbanan hewan sering diperlakukan apabila keadaan rasa sakit yang hebat atau lama akibat suatu percobaan atau apabila mengalami kecelakaan, menderita sakit atau jumlahnya terlalu banyak dibandingkan dengan kebutuhan.
2. Etanasi atau cara kematian tanpa rasa sakit perlu dilakukan sedemikian sehingga hewan akan mati dengan seminimal mungkin rasa sakit. Pada dasarnya cara fisik yaitu dengan melakukan dislokasi leher adalah cara yang paling cepat, mudah dan berprikemanusiaan, tetapi cara perlakuan kematian juga perlu ditinjau bila ada tujuan dari pengorbanan hewan percobaan dalam rangkaian percobaan.
3. Cara pengorbanan hewan lain adalah dengan menggunakan gas karbondioksida dalam wadah khusus atau dengan pemberian pentobarbital natrium pada takaran letalnya (http://limpbizkitundergound.blogspot.com).
ANESTESI PADA BEBERAPA HEWAN PERCOBAAN
Perlakuan anestesi terhadap hewan percobaan kadang kala diperlakukan untuk memudahkan cara pemberian senyawa bioaktif tertentu (pemberian i.v pada vena penis tikus) dan untuk percobaan-percobaan tertentu, misalnya pengukuran tekanan darah insitu pada karotid hewan dengan manometer condon. Umumnya anestesi hewan percobaan dapat dilakukan dengan pemberian uretan sebesar 1,2 gram/kg bobot badan yang diberikan secara intra peritoneal. (http://limpbizkitundergound.blogspot.com)
a. Mencit
Senyawa-senyawa yang dapat digunakan untuk anestesi adalah:
Eter
Eter digunakan untuk anestesi singkat. Caranya adalah obat diletakkan dalam suatu wadah, kemudian hewan dimasukkan dan wadah ditutup. Hewan sudah kehilangan kesadaran, hewan dikeluarkan dan siap dibedah. Penambahan selanjutnya diberikan dengan bantuan kapas yang dibasahi dengan obat tersebut.
Halotan:
Obat ini digunakan untuk anestesi yang lebih lama.
Pentobarbital natrium dan heksobarbital natrium
Dosis pentobarbital natrium adalah 45-60 mg/kg untuk pemberian intraperitonial dan 35 mg/kg untuk cara pemberian intravena. Dosis heksobarbital natrium adalah 75 mg/kg untuk intraperitonial dan 47 mg/kg untuk pemberian intravena.
Uretan (etil karabamat)
Ureten diberikan pada dosis 1000-1250 mg/kg secara intraperitoneal dalam bentuk larutan 25% dalam air.
b. Tikus
Senyawa penganestesi yang digunakan dan cara melakukan anestesi pada tikus, umumnya sama seperti pada mencit.
c. Kelinci
Obat anestetika yang paling banyak digunakan untuk kelinci adalah penobarbital natrium, dengan disuntikkan secara perlahan-lahan. Dosis untuk anestesi umum, biasanya sekitar 22 mg/kg bobot badan. Untuk anestesi singkat dapat digunakan setengah dosis atas, dengan ditambah eter agar pembiusan terjadi sempurna.
d. Marmot
Anestesi marmot biasanya dilakukan dengan menggunakan eter atau pentobarbital natrium. Eter digunakan untuk anestesi singkat, setelah hewan dipuasakan selama 12 jam. Dosis pentobarbital natrium adalah 28 mg/ kg bobot badan  (http://mipa-farmasi.blogspot.com)

DAFTAR PUSTAKA
Malole, M.M.B, Pramono, C.S.U., (1989), “ Penggunaan Hewan-hewan
Percobaan Laboratorium”, Penelaah Maskudi Pertadireja, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi, IPB, Bogor.

Thomson, E.B, 1985, Grug Bloscreening, Fundamentals of Drug Evaluation
Techniques in Pharmacology, Graceway Publishing Company, inc, New York.

http://mipa-farmasi.blogspot.com/2012/02/penanganan-hewan-percobaan.html